sejarah dan perkembangan tari jaipong di indonesia
- Dapatkan link
- Aplikasi Lainnya
Oleh
Febriyana mukhsin nurrohmat
-
Tari jaipong adalah sebuah jenis tari
pergaulan tradisional masyarakat Sunda, Jawa Barat, yang cukup populer di
Indonesia. Dewasa ini tari Jaipongan boleh disebut sebagai salah satu
identitas keseniaan Jawa Barat, hal ini nampak pada beberapa acara-acara
penting yang berkenaan dengan tamu dari negara asing yang datang ke Jawa Barat,
maka disambut dengan pertunjukan tari Jaipongan. Demikian pula dengan misi-misi
kesenian ke manca negara senantiasa dilengkapi dengan tari Jaipongan. Tari
Jaipongan banyak memengaruhi kesenian-kesenian lain yang ada di masyarakat Jawa
Barat, baik pada seni pertunjukan wayang, degung, genjring/terbangan, kacapi
jaipong, dan hampir semua pertunjukan rakyat maupun pada musik dangdut modern
yang dikolaborasikan dengan Jaipong menjadi kesenian Pong-Dut.Jaipongan yang
telah diplopori oleh Mr. Nur & Leni.
Dalam kehidupan sehari-hari cenderung
masih banyak orang yang kurang mengetahui tentang selu-beluk tari jaipong,
khususnya bagi masyarakat Jawa Barat sendiri.
Berdasarkan permasalahan di atas agar
dapat lebih menambah wawasan mengenai tari jaipong, dapat dilakukan dengan
membaca dari berbagai sumber buku, membuka internet, maupun bertanya kepada
orang yang lebih tahu, sehingga kita tertarik untuk mempelajari tari jaipong
sebagai salah satu usaha pelestarian kebudayaan Jawa Barat.
Terkait dengan permasalahn di atas,
penyusun tertarik untuk membuat makalah yang berjudul “Tari Jaipong” sebagai
langkah peluasan pengetahuan dan wawasan tentang tri jaipong.
Sebelum bentuk seni pertunjukan ini
muncul, ada beberapa pengaruh yang melatar belakangi bentuk tari pergaulan ini.
Di Jawa Barat misalnya, tari pergaulan merupakan pengaruh dari Ball Room, yang
biasanya dalam pertunjukan tari-tari pergaulan tak lepas dari keberadaan
ronggeng dan pamogoran. Ronggeng dalam tari pergaulan tidak lagi berfungsi
untuk kegiatan upacara, tetapi untuk hiburan atau cara gaul. Keberadaan
ronggeng dalam seni pertunjukan memiliki daya tarik yang mengundang simpati
kaum pamogoran. Misalnya pada tari Ketuk Tilu yang begitu dikenal oleh
masyarakat Sunda, diperkirakan kesenian ini populer sekitar tahun 1916. Sebagai
seni pertunjukan rakyat, kesenian ini hanya didukung oleh unsur-unsur
sederhana, seperti waditra yang meliputi rebab, kendang, dua buah kulanter,
tiga buah ketuk, dan gong.
Demikian pula dengan gerak-gerak tarinya
yang tidak memiliki pola gerak yang baku, kostum penari yang sederhana sebagai
cerminan kerakyatan.Seiring dengan memudarnya jenis kesenian di atas, mantan
pamogoran (penonton yang berperan aktif dalam seni pertunjukan Ketuk
Tilu/Doger/Tayub) beralih perhatiannya pada seni pertunjukan Kliningan, yang di
daerah Pantai Utara Jawa Barat (Karawang, Bekasi, Purwakarta, Indramayu, dan
Subang) dikenal dengan sebutan Kliningan Bajidoran yang pola tarinya maupun
peristiwa pertunjukannya mempunyai kemiripan dengan kesenian sebelumnya (Ketuk
Tilu/Doger/Tayub). Dalam pada itu, eksistensi tari-tarian dalam Topeng Banjet
cukup digemari, khususnya di Karawang, di mana beberapa pola gerak Bajidoran
diambil dari tarian dalam Topeng Banjet ini. Secara koreografis tarian itu
masih menampakan pola-pola tradisi (Ketuk Tilu) yang mengandung unsur
gerak-gerak bukaan, pencugan, nibakeun dan beberapa ragam gerak mincid yang
pada gilirannya menjadi dasar penciptaan tari Jaipongan. Beberapa gerak-gerak
dasar tari Jaipongan selain dari Ketuk Tilu, Ibing Bajidor serta Topeng Banjet
adalah Tayuban dan Pencak Silat. Kemunculan tarian karya Gugum Gumbira pada
awalnya disebut Ketuk Tilu perkembangan, yang memang karena dasar tarian itu
merupakan pengembangan dari Ketuk Tilu. Jaipongan merupakan karya utama Gugum
Gumbira.
2.1.2 Perkembangan
Karya Jaipongan pertama yang mulai
dikenal oleh masyarakat adalah tari “Daun Pulus Keser Bojong” dan “Rendeng
Bojong” yang keduanya merupakan jenis tari putri dan tari berpasangan (putra
dan putri). Dari tarian itu muncul beberapa nama penari Jaipongan yang handal
seperti Tati Saleh, Yeti Mamat, Eli Somali, dan Pepen Dedi Kurniadi. Awal
kemunculan tarian tersebut sempat menjadi perbincangan, yang isu sentralnya
adalah gerakan yang erotis dan vulgar. Namun dari ekspos beberapa media cetak,
nama Gugum Gumbira mulai dikenal masyarakat, apalagi setelah tari Jaipongan
pada tahun 1980 dipentaskan di TVRI stasiun pusat Jakarta. Dampak dari
kepopuleran tersebut lebih meningkatkan frekuensi pertunjukan, baik di media
televisi, hajatan maupun perayaan-perayaan yang diselenggarakan oleh pihak
swasta dan pemerintah.
Kehadiran Jaipongan memberikan
kontribusi yang cukup besar terhadap para penggiat seni tari untuk lebih aktif
lagi menggali jenis tarian rakyat yang sebelumnya kurang perhatian. Dengan
munculnya tari Jaipongan, dimanfaatkan oleh para penggiat seni tari untuk
menyelenggarakan kursus-kursus tari Jaipongan, dimanfaatkan pula oleh pengusaha
pub-pub malam sebagai pemikat tamu undangan, dimana perkembangan lebih lanjut
peluang usaha semacam ini dibentuk oleh para penggiat tari sebagai usaha
pemberdayaan ekonomi dengan nama Sanggar Tari atau grup-grup di beberapa daerah
wilayah Jawa Barat, misalnya di Subang dengan Jaipongan gaya “kaleran” (utara).
Perkembangan selanjutnya tari Jaipongan
terjadi pada taahun 1980-1990-an, di mana Gugum Gumbira menciptakan tari
lainnya seperti Toka-toka, Setra Sari, Sonteng,Pencug, Kuntul Mangut,
Iring-iring Daun Puring, Rawayan dan tari Kawung Anten. Dari tarian-tarian
tersebut muncul beberapa penari Jaipongan yang handal antara lain Iceu Effendi,
Yumiati Mandiri, Miming Mintarsih, Nani, Erna, Mira Tejaningrum, Ine Dinar,
Ega, Nuni, Cepy, Agah, Aa Suryabrata dan Asep. Dewasa ini tari Jaipongan boleh
disebut sebagai salah satu identitas keseniaan Jawa Barat, hal ini nampak pada
beberapa acara-acara penting yang berkenaan dengan tamu dari negara asing yang
datang ke Jawa Barat, maka disambut dengan pertunjukan tari Jaipongan. Demikian
pula dengan misi-misi kesenian kemancanegara senantiasa dilengkapi dengan tari
Jaipongan. Tari Jaipongan banyak mempengaruhi kesenian-kesenian lain yang ada
di masyarakat Jawa Barat, baik pada seni pertunjukan wayang, degung,
genjring/terbangan, kacapi jaipong, dan hampir semua pertunjukan rakyat maupun
pada musik dangdut modern yang dikolaborasikan dengan Jaipong
2. Ibing
Saka (Tarian Acak)
Penyajian
jenis ini populer di kawasan Subang dan Karawang, disebut juga sebagai Bajidor.
Bajidor sendiri sering diasosiasikan sebagai akronim Barisan Jelama Boraka
(Barisan Orang-orang Durhaka). Tarian ini lebih merakyat karena, posisi
penonton sejajar dengan penari. Dan penonton bisa ikut menari.
2.3 Macam-Macam Penari Jaipong
1.
Penari Tunggal
2.
Penari Rampak (kolosal)
Penari
rampak (kolosal) terdiri dari :
a. Rampak
sejenis
b. Rampak
Berpasangan
c. Tunggal
laki-laki dan tunggal perempuan
d. Berpasangan
laki-laki / perempuan
e.
2.4 Ciri – Ciri Tari Jaipong
Ciri khas Jaipongan gaya kaleran, yakni
keceriaan, erotis, humoris, semangat, spontanitas, dan kesederhanaan (alami,
apa adanya). Hal itu tercermin dalam pola penyajian tari pada pertunjukannya,
ada yang diberi pola (Ibing Pola) seperti pada seni Jaipongan yang ada di
Bandung, juga ada pula tarian yang tidak dipola (Ibing Saka), misalnya pada
seni Jaipongan Subang dan Karawang. Istilah ini dapat kita temui pada Jaipongan
gaya kaleran, terutama di daerah Subang. Dalam penyajiannya, Jaipongan gaya
kaleran ini, sebagai berikut:
a. Tatalu;
b. Kembang
Gadung;
c. Buah
Kawung Gopar;
d. Tari
Pembukaan (Ibing Pola), yang biasanya dibawakan oleh penari tunggal atau
2.5 Perkembangan Tari Jaipong
Karya Jaipongan pertama yang mulai
dikenal oleh masyarakat adalah tari "Daun Pulus Keser Bojong" dan
"Rendeng Bojong" yang keduanya merupakan jenis tari putri dan tari
berpasangan (putra dan putri). Dari tarian itu muncul beberapa nama penari
Jaipongan yang handal seperti Tati Saleh, Yeti Mamat, Eli Somali, dan Pepen
Dedi Kurniadi. Awal kemunculan tarian tersebut sempat menjadi perbincangan,
yang isu sentralnya adalah gerakan yang erotis dan vulgar. Namun dari ekspos
beberapa media cetak, nama Gugum Gumbira mulai dikenal masyarakat, apalagi
setelah tari Jaipongan pada tahun 1980 dipentaskan di TVRI stasiun pusat
Jakarta. Dampak dari kepopuleran tersebut lebih meningkatkan frekuensi
pertunjukan, baik di media televisi, hajatan maupun perayaan-perayaan yang
diselenggarakan oleh pihak swasta dan pemerintah.
Kehadiran Jaipongan memberikan
kontribusi yang cukup besar terhadap para penggiat seni tari untuk lebih aktif
lagi menggali jenis tarian rakyat yang sebelumnya kurang perhatian. Dengan
munculnya tari Jaipongan, dimanfaatkan oleh para penggiat seni tari untuk
menyelenggarakan kursus-kursus tari Jaipongan, dimanfaatkan pula oleh pengusaha
pub-pub malam sebagai pemikat tamu undangan, dimana perkembangan lebih lanjut
peluang usaha semacam ini dibentuk oleh para penggiat tari sebagai usaha
pemberdayaan ekonomi dengan nama Sanggar Tari atau grup-grup di beberapa daerah
wilayah Jawa Barat, misalnya di Subang dengan Jaipongan gaya
"kaleran" (utara).
Perkembangan selanjutnya tari Jaipongan
terjadi pada taahun 1980-1990-an, di mana Gugum Gumbira menciptakan tari
lainnya seperti Toka-toka, Setra Sari, Sonteng,
Pencug, Kuntul Mangut, Iring-iring Daun Puring, Rawayan dan tari Kawung Anten. Dari tarian-tarian tersebut muncul beberapa penari Jaipongan yang handal antara lain Iceu Effendi, Yumiati Mandiri, Miming Mintarsih, Nani, Erna, Mira Tejaningrum, Ine Dinar, Ega, Nuni, Cepy, Agah, Aa Suryabrata dan Asep.
Pencug, Kuntul Mangut, Iring-iring Daun Puring, Rawayan dan tari Kawung Anten. Dari tarian-tarian tersebut muncul beberapa penari Jaipongan yang handal antara lain Iceu Effendi, Yumiati Mandiri, Miming Mintarsih, Nani, Erna, Mira Tejaningrum, Ine Dinar, Ega, Nuni, Cepy, Agah, Aa Suryabrata dan Asep.
Dewasa ini tari Jaipongan boleh disebut
sebagai salah satu identitas keseniaan Jawa Barat, hal ini nampak pada beberapa
acara-acara penting yang berkenaan dengan tamu dari negara asing yang datang ke
Jawa Barat, maka disambut dengan pertunjukan tari Jaipongan. Demikian pula
dengan misi-misi kesenian kemancanegara senantiasa dilengkapi dengan tari
Jaipongan. Tari Jaipongan banyak mempengaruhi kesenian-kesenian lain yang ada
di masyarakat Jawa Barat, baik pada seni pertunjukan wayang, degung,
genjring/terbangan, kacapi jaipong, dan hampir semua pertunjukan rakyat maupun
pada musik dangdut modern yang dikolaborasikan dengan Jaipong.
Google.com.
tarijaipong.[online]. Tersedia di:
Google.com.gambartarijaipong.[online].
Tersedia di :
http://www.google.com/gambar+tari+jaipong.org.mozilla
- Dapatkan link
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar